A.
Aspek-Aspek Profesi
Profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesi pada hakikatnya adalah suatu
pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Mengenai istilah profesi ini
Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu
pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.
Adapun
pengertian profesi secara terminologi, sesuai apa yang diungkapkan oleh para
ahli adalah sebagai berikut: (1) Menurut Roestiyah profesi adalah suatu jabatan
yang terorganisir yang tidak mengandung keraguan tetapi murni diterapkan untuk
jabatan atau pekerjaan fungsional. (2) Dr. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa profesi harus mengandung
keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang
khusus untuk profesi itu.
Profesi adalah suatu jenis pekerjaan
yang menuntut adanya kriteria tertentu sehingga tidak semua orang dapat
melakukan pekerjaan itu tanpa melalui proses yang benar. Ornstein dan Levine
menyatakan bahwa profesi adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi
di bawah ini:
1.
Melayani
masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
2.
Memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai.
3.
Memerlukan
pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
4.
Mempunyai
kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan.
5.
Mempunyai
status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan denga jabatan lain).
Menurut Dr. Wirawan, Sp. A (dalam Dirjenbagais Depag RI, 2003)
menyatakan persyaratan profesi, antara lain :
a. Pekerjaan Penuh
Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh oleh masyarakat atau
perorangan. Profesi merupakan pekerjaan yang mencakup tugas, fungsi, kebutuhan,
aspek atau bidang tertentu dari anggota masyarakat secara keseluruhan. Profesi
guru mencakup khusus aspek pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b. Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan profesi terdiri
dari cabang ilmu utama dan ilmu pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu
yang menentukan esensi suatu profesi. Contohnya profesi guru cabang ilmu
utamanya adalah ilmu pendidikan dan cabang ilmu pembantunya masalah psikologi.
c. Aplikasi ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai dua aspek, yaitu aspek
teori dan aspek aplikasi. Aspek aplikasi ilmu pengetahuan adalah penerapan
teori-teori ilmu pengetahuan untuk membuat sesuatu., mengerjakan sesuatu atau
memecahkan sesuatu yang diperlukan. Profesi merupakan penerapan ilmu
pengetahuan untuk mengerjakan, menyelesaikan, atau membuat sesuatu.
Kaitan dengan profesi guru, tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus
dikuasai oleh guru tetapi juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut
sehingga guru dituntut untuk menguasai keterampilan mengajar.
d. Lembaga Pendidikan Profesi
Ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh guru untuk melakanakan
profesinya harus dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi yang khusus
mengajarkan, menerapkan, dan meneliti serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan ilmu keguruan. Sehingga peran lembaga pendidikan tinggi
sebagai pencetak sumber daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan
pengetahuan yang mantap pada calon pendidik.
Profesi guru
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
tertentu yaitu:
·
Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
·
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlaq
mulia.
·
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
·
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
·
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
·
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerj.
·
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan.
·
Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
·
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Sebagai profesionalisme, seorang guru harus memiliki kriteria
tertentu :
1.
Pendidik
wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran.
2.
Kualifikasi
akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana S-1 sesuai dengan
tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.
3.
Kompetensi
profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik yaitu kemempuan mengelola pembelajaran
peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kedua, kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantab,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlaq mulia.
Ketiga, kompetensi sosial yaitu kemampuan pendidik berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, wali peserta didik dan masyarakat.
Keempat, kompetensi profesional adalah kemampuan pendidik dalam peguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Dalam bukunya
yaitu Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Sardiman (2011: 141-142) menyebutkan bahwa sehubungan dengan beberapa
fungsi yang dimiliki guru maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan
kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru yaitu:
Ø Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya. Sebagai
pendidik harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan dimana guru harus mampu
memberi contoh perilaku yang baik, terbuka, serta menghindari segala perbuatan
tercela dan tingkah laku yang dapat menjatuhkan martabat pendidik.
Ø Guru harus mengenal diri siswanya.
Ø Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan. Dalam mengajar
akan lebih berhasil jika disertai dengan kegiatan bimbingan yang banyak
berpusat pada kemampuan intelektual, guru perlu memiliki pengetahuan yang
memungkinkan dapat membantu dan menetapkan serta meningkatkan tingkat
perkembangan peserta didik atau siswanya.
Ø Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan
pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
Ø Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu
yang diajarkan. Guru harus mampu memiliki pemahaman secara menyeluruh terhadap
bidang ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya sehingga informasi yang
disampaikan bukanlah informasi yang salah. Juga guru harus mampu selalu
memperbarui informasi ataupun ilmu yang didapat karena perkembangan ilmu
pengetahuan serta informasi terus-menerus dapat berubah.
Jika guru mampu menguasai aspek-aspek yang merupakan kecakapan dan
pengetahuan dasar bagi guru tersebut maka guru harusnya dapat melaksanakan
tugas dan peran sebagai guru dengan baik. Setiap guru hendaknya memang harus
menguasai aspek-aspek kecakapan dan pengetahuan dasar profesi guru tersebut,
agar setiap guru mampu menjadi guru dengan baik yang tentunya mampu mencapai
dan mewujudkan tujuan pendidikan.
B.
Aspek-aspek Etika
Etika merupakan prinsip-prinsip mengenai suatu
yang benar dan salah yang dilakukan setiap orang dalam menentukan pilihan sebagai
pedoman perilaku mereka. Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani)
yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin etika adalah
“ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang
berarti a body of moral principles or values.
Ada dua macam
etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
perilaku manusia :
1.
Etika
Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa
yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.
Etika
Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai
dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika profesi
diantaranya mencakup sebagai berikut :
a.
Memiliki
kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
b.
Memiliki
wawasan kependidikan, psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
c.
Mampu
melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara professional.
d.
Mampu
memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling.
e.
Mampu
mengembangkan dan mempraktekkan kerja sama dalam bidangnya dengan pihak
terkait.
f.
Memiliki
wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar
dalam konteks lingkungannya.
g.
Memiliki
pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
Peranan Etika
dalam Profesi :
·
Nilai-nilai
etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja.
Tetapi milik setiap kelompok masyarakat bahkan kelompok yang paling kecil,
yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut,
suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
·
Salah
satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergaulan, baik dengan kelompok atau masyarakat pada umumya maupun dengan
sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi
pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara
tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para
anggotanya.
·
Sorotan
masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi) sehingga terjadi
kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah
pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi
hukum dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Etika kerja lazimnya dirumuskan atas
kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber
dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati
bersama itu disebut kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan
perilaku etika dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula
perilaku etika para pekerja akan dikontrol, dinilai, diperbaiki, dan
dikembangkan. Semua anggota harus menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi
dari semua kode etik yang telah disepakati bersama.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan
baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik
akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia
memiliki kode etik dan sumpah profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan
sesuai dengan standar minimal sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika
mengajar.
Dalam proses pendidikan, banyak
unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik.
Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi
kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional
seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam
hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik
profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto
dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru
Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada
umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang
dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia
terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai
berikut:
1.
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5.
Guru
memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7.
Guru
memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8.
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari
sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan
diuraikan satu-persatu.
a.
Etika
Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa
“Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan
jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat
akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasonal. Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang
pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan
melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah
mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi
kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi
menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam kurikulum tersebut,
secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam
pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku
dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan
menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu
produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
b.
Etika
Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang
berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara
mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika
guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna
yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak
didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan
Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru
sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua
tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3),
keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajar
mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru
berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya,
seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan
moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru
harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan dan
menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak
didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh
untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang
yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa
menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat
mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam
keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah
sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru
akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan
peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan
kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh
dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus
terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini
memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun
rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi
harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya
mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial
maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar
peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai
objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
c.
Etika
Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang
profesional, guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan
profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru
harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan
permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya.
Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam
Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism,
merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus
belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus
menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta
didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan
pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada
dua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru
mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau
kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi,
radio, koran, dan sebagainya.
d.
Etika
Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain
disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan
kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban
menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan
bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional
harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia
seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Guru sebagai tenaga profesional dengan memahami 9 butir kode etik
guru diharapkan guru mampu berperan serta aktif dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan peserta didik sehingga tercapai tujuan yang tertuang dalam
tujuan pendidikan nasional.
Di samping kode etik guru Indonesia, ada pula kode etik jabatan
guru yang perlu ditaati oleh setiap guru:
a.
Guru
sebagai manusia pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung tinggi dan
mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
b.
Guru
sebagai pendidik hendaknya bertekad untuk mencintai anak-anak dan jabatannya,
serta selalu menjadikan dirinya suri tauladan bagi anak didiknya.
c.
Setiap
guru berkewajiban selalu menyelaraskan peningkatan pengetahuan dan kecakapan
profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir.
d.
Setiap
guru diharapkan selalu memperhitngkan masyarakat sekitarnya, sebab pada hakikatnya
pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan.
e.
Setiap
guru berkewajiban meningkatkan keselarasan jasmaninya, sehingga berwujud
penampilan pribadi yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya pula.
f.
Di
dalam hal berpakain dan berhias, seorang guru hendaknya memperhatikan
norma-norma estetika dan sopan santun.
g.
Guru
hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasannya dan
sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki kepegawaian.
h.
Jalinan
hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya delalu diarahkan untuk
meningkatakan mutu dan elayan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
i.
Setiap
guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkantkan rasa
kekeluargaan dengan sesame guru dan pegawai lainnya.
j.
Setiap
guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelesaikan setiap persoalan yang
timbul, atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
k.
Setiap
guru dalam pergaulannya dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan
persoalan politik dan ideology yang dianutnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
l.
Setiap
guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi, organisasi, atau
perorangan dalam mensukseskan kerjanya.
m.
Setiap
guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program
dan kegiatan sekolah.
n.
Setiap
guru diwajibkan memakai peraturan-peraturan dan menekankan selfdicipline serta
menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel.
C.
Profesi Keguruan dalam Perspektif Islam
Dalam
konteks pendidikan Islam, banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjuk makna
guru. Setidaknya ada enam istilah dalam Islam yang semakna dengan makna guru, sebagaimana
dikutip Muhaimin (2003: 209) dari beberapa sumber. Enam istilah tersebut adalah
ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib. Masing-masing
istilah tersebut mempunyai makna yang spesifik yang dapat membedakan dengan
yang lainnya.
Ustadz
mempunyai makna seorang yang mengajarkan, al muallim (Louis Ma’luf, 1978:10).
Sedang dalam realitas kehidupan di Timur Tengah sebenarnya ustadz dipergunakan
untuk menunjuk seorang professor atau guru besar. Dalam konteks keindonesiaan,
ustadz dimaknai sebagai guru agama, guru besar laki-laki (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2002: 1255).
Mursyid juga
merupakan salah satu istilah yang dipergunakan untuk menyebut guru dalam
pendidikan Islam. Istilah ini lebih banyak dipergunakan dalam dunia toriqot.
Sebagaimana dipergunakan Imam Syafi’i ketika meminta nasehat kepada gurunya,
beliau berkata sebagai berikut :
شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي وأخبرني بأنّ العلم
نور ونور الله
لايهدى لعاص.
Artinya: Saya
mengadu kepada imam Waki’ tentang jeleknya hafalan saya, beliau memberi nasehat untuk
meninggalkan segala maksiat dan memberi tahu bahwa ilmu itu adalah cahaya dan cahaya Allah
tidak akan diberikan kepada orang yang berma’siyat.
Menimbang
nasehat di atas, minimal ada dua hal yang harus dicermati dalam upaya menuntut ilmu. Dua
hal tersebut adalah pertama, untuk memperkuat ingatan maka harus meninggalkan maksiat. Maksiat di sini
disimbolkan dengan konflik batin dan disfungsi kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri individu.
Tugas sebagai
seorang guru yang harus dilaksanakan bagi anak didiknya semestinya merupakan
tugas kombinasi dari tugas murabbiy, mu’allim, mursyid, mu’adib dan mudarris.
Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Al Ghozali dalam ihya ulumuddin (55-58).
Beliau mengatakan seorang guru sebaiknya memperhatikan beberapa tugas antara
lain :
Mengasihi anak
didiknya seperti halnya mengasihi anaknya sendiri dalam upaya
menyelamatkan
anak didik dari api neraka. Tidak menuntut bayaran, ucapan terima kasih atas ilmu
yang diajarkannya kepada anak didiknya kecuali hanya mengharap ridlo Allah.
Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk menuntut ilmu secara bertahap dari
ilmu jaliy menuju ilmu khofiy, sesuai dengan prinsip kemudahan. Memberi nasehat
anak didik yang jelek akhlaknya dengan bahasa yang halus, jika memungkinkan dan
penuh kasih sayang. Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk mempelajari
ilmu-ilmu lain, tanpa menjelek-jelekkan suatu ilmu atas ilmu lain. Mengajarkan
ilmu kepada anak didiknya sesuai dengan kadar kemampuan anak didiknya.
Mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat sederhana bagi siswa yang kemampuannya terbatas.
Sebaiknya seorang guru mengamalkan ilmu yang telah diajarkannya bagi anak didiknya.
Dalam salah satu penjelasannya Imam Al Ghozali mengatakan sebagai berikut:
الشفقة
من المتعلمين بأن يجريهم مجرى بنيه قال رسولله ص. م :إنما
أنا لكم مثل الوالد لولده, بأن يقصد إنقاذهم من
نار الأخرة وهو أهمّ
من
إنقاذ الوالدين ولدهما من نار الدنيا ولذلك صار حق المعلّم أعظم
من حقّ الولدين..
Artinya:
Mengasihi anak didiknya dengan memperlakukan mereka sebagai anaknya sendiri, Rasulullah
saw bersabda, “sesungguhnya saya bagi kamu semua seperti bapak terhadap anaknya”,
dan dengan tujuan menyelamatkan mereka dari api neraka, dan hal ini lebih penting
dari penyelamatan orang tua atas anaknya dari api duniawi, oleh sebab itu
haknya guru itu lebih utama dari hak kedua orang tua…(halaman 55).
Berdasar pemikiran tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru
dalam
perspektif Islam menempati posisi yang mulia. Posisi mulia dan terhormat
itu dibuktikan dengan peran dan tugas guru sebagai pengganti orang tua. Maka
peran dan tugas guru adalah mendidik anak didik yang menjadi tanggung jawabnya
untuk mengantarkan pada kedewasaannya. Lebih dari itu, peran guru lebih utama
dibandingkan peran orang tua. Orang tua cenderung hanya mengantarkan kepada
kematangan duniawi dan menyelamatkan dari kejelekan-kejelakannya. Sedangkan
guru yang sebenarnya dapat menyelamatkan peserta didik dari siksa api neraka,
kelak di akherat, yakni menyangkut kehidupan akhirat.
Profesionalisme dimaknai sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap
pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional (Ahmad Tafsir, 1991 :
107). Suatu profesi atau pekerjaan semestinya dilakukan oleh orang yang mempunyai
kecakapan sesuai dengan profesinya. Dengan berbekal kecakapan dan keahlian yang
sesuai dengan profesi dan pekerjaannya, maka hasil kerja yang dilahirkan akan
lebih terjamin mutu dan kualitasnya. Memang betul kecakapan dan keahlian sangat
penting sebagai bekal suatu pekerjaan atau profesi, tetapi kecakapan dan keahlian
yang dibutuhkan adalah kecakapan yang
sesuai dengan profesi atau pekerjaannya. Suatu pekerjaan dikatakan
sebagai suatu profesi apabila bercirikan sepuluh karakter tersebut di atas.
Dari sepuluh karakter tersebut di atas dapat disarikan menjadi dua item pokok. Dua
item pokok tersebut adalah panggilan hidup atau pengabdian dan keahlian.
Panggilan hidup atau pengabdian merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam
kehidupan.
Dalam konteks keislaman pengabdian dapat dimaknai dengan makna ibadah.
Ibadah merupakan tuntutan setiap pribadi muslim sebagai wujud keimanan dan
keyakinannya kepada Allah. Ibadah dalam Islam mempunyai makna yang luas, dapat
dipahami dari perspektif substansi, waktu dan tempatnya. Pertama dari
perspektif substansi, maka semua aktifitas yang baik yang dilakukan manusia
dalam rangka mencari keridloan Allah merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Atas
dasar ini, maka proses pendidikan dan pengajaran juga termasuk amal ibadah kepada
Allah azza wa jalla. Seorang guru yang mengajarkan kebaikan kepada muridnya,
berarti dia telah beribadah kepada Allah dengan mengajarkan kebaikan kepada
umat manusia, dan seorang pelajar yang berjalan dalam rangka mencari kebenaran,
berarti dia juga beribadah kepada Allah. Allah berfirman dalam surat
al-Mujadalah 11 :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$#
öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Hai orang-orang
beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Pendidikan yang intinya adalah manusia dan ruang lingkupnya adalah
kehidupan alam semesta, maka tujuannya adalah mengetahui Allah dan beribadah
kepada-Nya. Jadi guru sebagai suatu profesi di samping sebagai pengabdian atau
ibadah dalam perspektif Islam, juga mengandung dimensi keilmuan yang diterima
oleh masyarakat. Kedua dari sisi waktu, ibadah walaupun ibadah fardhu sudah
ditentukan waktu, tujuan dan hikmahnya- tetapi dengan maknanya yang luas, maka
ibadah ini diperbolehkan dalam setiap waktu dalam kehidupan duniawi ini dari
kanak-kanak hingga usia lanjut.
D.
Kode Etik Keguruan Dalam Perspektif Islam
1.
Etika guru menurut perspektif Al-Jurjani dalam kitab Ta’lim
muta’allim:
Sebagai calon pendidik selayaknya kita mengetahui kriteri guru yang
baik. Karena itu merupakan salah satu poin yang dibahas dalam konsep pendikan
al-Jarnuzi yalni memilih ilmu, guru, teman dan ketahanan dalam belajar. Dalam
pembahasan memilih guru ada beberapa kriteri yang ditulis oleh al-Jarnuzi dalam
kitabnya (Ta’lim Muta’alim).
a.
Pedegogik
merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya
pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dan tujuan mendidik
anak. Dari kesimpulan tersebut bahwa guru harus paham dan mengerti betul-betul
hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan.
b.
Seorang
guru adalah figur yang berbicara didepan dan harus bisa menghidupkan suasana
dengan kemampuan socialnya.
c.
Profesional
berarti seorang pendidik harus paham betul akan materi yang ia sampaikan. Lebih
detail lagi ia selalu akan tugas atau materi yang ia bawakan kemaren, sehingga
materi yang dibawakan itu akan terus nyambung bagaikan mata rantai yang seling
membutuhkan satu sama lain.
d.
Guru
tidak hanya sebagai pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar etika
yang berperan sebagai uri tauladan. Konsep orang jawa bahwa guru adalah orang
yang di gugu dan ditiru, artinya guru adalah orang yang dihormati dan menjadi
tauladan bagi muridnya. Maka guru harus mengisi kepribadiannya dengan akhlakul
karimah.
Dari keempat kriteri diatas, bukan berarti salah satu atau salah dua yang
harus dimiliki oleh pendidik profesional, akan tetapi kesemua itu bagaikan mata
rantai yang berurutan yang memang satu sama lain harus berhubungan dan
melengkapi. Sehingga hal itu akan menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan pendidikan.(Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-Ta’allum).
2.
Etika Guru Menurut Ibn Al-jama’ah
Konsep Guru menurut Ibnu Jama’ah bahwa ulama sebagai mikrokosmos
manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair
al-bariyah). Atas dasar ini, maka derajat seorang alim berada setingkat dibawah
derajat Nabi. Hal ini didasarkan pada alasan karena para ulama adalah orang
yang paling takwa dan takut kepada Allah SWT. Dari konsep tentang seorang alim
tersebut, Ibnu Jama’ah membawa konsep tentang guru. Untuk itu Ibnu Jama’ah
menawarkan sejumlah etika yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Etika pendidik
tersebut meliputi 6 hal :
a.
menjaga
akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan.
b.
tidak
menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya.
c.
mengetahui
situasi social kemasyarakatan.
d.
kasih
sayang dan sabar.
e.
adil
dalam memperlakukan peserta didik.
f.
menolong
dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari keenam etika tersebut, yang menarik adalah etika tentang tidak
bolehnya profesi guru dijadikan sebagai usaha mendapatkan keuntungan materil,
suatu konsep yang di masa sekarang tampak kurang relevan, karena salah satu
ciri kerja professional adalah pekerjaan dimana orang yang melakukannya
menggantungkan kehidupan di atas profesinya itu. Namun Ibnu Jama’ah berpendapat
demikian sebagai konsekuensi logis dari konsepnya tentang pengetahuan. Bagi
Ibnu Jama’ah pengetahuan (ilmu) sangat agung lagi luhur, bahkan bagi pendidik
menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut, sehingga
pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan
jika hal itu dilakukan berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan. Secara
umum etika-etika tersebut diatas menampakkan kesempurnaan sifat-sifat dan
keadaan pendidik dengan memiliki persyaratan-persyaratan tertentu sehingga
layak menjadi pendidik sebagaimana mestinya.
3.
Etika guru menurut K.H Hasyim Asyari
Adapun akhlak yang harus diperhatikan oleh guru adalah sebagai
berikut:
·
Senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keadaan samar maupun nyata.
أن يديم مرقبة
الله تعلى في السرّ و العلانية
·
Senantiasa
takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam, ucapanucapan dan
tindakan-tindakan.
أن يلازم خوفه تعلى في جميع حركاته وسكانته واقواله وأفعاله
·
Senantiasa
bersikap tenang.
أن يلازم السكينة
·
Senantiasa
bersikap wira‟i. Wirai adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari
barang subhat, takut mendekati haram. (Samarqandi, 2009:526).
أن يلازم الورع
·
Senantiasa
bersikap tawadhu‟. Tawadhu adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari
orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri.
(Masy‟ari, 2008:66).
أن يلازم التوضوع
·
Senantiasa
bersikap khusyu‟. Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan
sungguh-sungguh. (Suharso, 2011:291).
أن يلازم الخشوع
·
Mengadukan
segala permasalahannya kepada Allah.
ان يكون تعويله في جميع أموره على الله
·
Tidak
menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawiaan semata.
·
Tidak
selalu memanjakan murid.
أن لايعظّم ابنا
·
Berprilaku
zuhud dalam kehidupan dunia. Zuhud adalah menggunakan segala sesuatu yang
tersedia baik berupa benda maupun tenaga dan lain-lain menurut keperluan dan
tidak berlebihan. (Masy‟ari, 2008:47).
·
Berusaha
menghindari hal-hal yang rendah dan hina.
أن يتباعد عن دنيئ المكاسب ورذيلتها
·
Menghindari
tempat-tempat kotor dan maksiat.
·
Menjaga
untuk tetap didalam syi‟ar islam
أن يحافظ على القيام بشاعر الإسلام
·
Senantiasa
mengamalkan sunnah Nabi.
أن يقوم بإظهار السنن
·
Senantiasa
membaca al-Qur‟an, dan berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisan.
·
Bersikap
ramah, ceria dan suka menebar salam kepada manusia.
أن يعامل الناس بمكارم الأخلاق من طلاقة الوجه
·
Membersihkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak
disukai Allah.
·
Menumbuhkan
semangat dalam menambah ilmu dan amal.
·
Tidak
menyalah gunakan ilmu serta tidak menyombongkannya.
أن لا يستكنف عن استفادة ما لايعلمه
·
Membiasakan
diri untuk menulis.
·4. Etika Guru menurut
Al-Ghazali
Al-Ghazali
menyatakan sebagaimana yang dikutip Abudin Nata (2000:95) bahwa guru yang
diberi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga
yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal Ia dapat
memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia
menjadi contoh dan teladsan bagi para muridnya serta dengan kuat fisiknya ia
dapat melaksanakan tugas mengajar dan mengarahkan anak muridnya dengan baik dan
sesuai target yang diharapkan.
Seorang pendidik harus menghias dirinya
dengan akhlak yang diharuskan sebagai orang yang beragama atau sebagai mukmin.
Selain itu ia juga harus bersikap zuhud dan Qona’ah. Oleh sebab itu, bagi
seorang guru harus memilki etika dan persyaratan yang sesuai dengan tingkatan lapisan
orang yang menuntut ilmu tersebut. Dalam hal ini, Al-Ghazali yang merupakan
salah satu tokoh pemikir pendidikan islam memberi batasan-batasan tertentu
tentang etika guru seperti yang dikutip oleh Abudin Nata (2001:98) sebagai
berikut :
a. Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar
Dalam kaitan ini Al-Ghazali menilai bahwa
seorang guru dibandingkan dengan orang tua anak, maka guru lebih utama dari
orang tua tersebut. Menurutnya orang tua berperan sebagai penyebab adanya si
anak di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi penyebab bagi
keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW :
انما انا لكم مثل الوالد لولده
“sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”
(Muahammad Zuhri, 1990:171)
b.
Guru bertugas untuk mengikuti nabi sebagai
pemilik syar
Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang guru
tidak meminta imbalannya atas tugas mengajarnya. Hal yang demikian karena mengikuti apa yang
dilakukan Allah dan Rasul-Nya yang mengajar manusia tanpa meminta imbalan,
tanpa meminta ucapan terima kasih semata-mata karena Allah. Oleh sebab itu,
seorang guru harus melaksanakan tugas mengajarnya sebagaimana anugerah dan
kasih sayang kepad orang yang membutuhkan atau memintanya, tanpa disertai
keinginan tanpa disertai keinginan untuk mendapatkan upah.
c.
Jangan meninggalkan nasehat-nasehat guru
Guru diharapkan memperingatkan murid-muridnya bahwa tujuan mencari
ilmu adalah mendekatkan diri kepada allah, bukan kepemimpinan, kemegahan dan
perlombaan. Ia juga harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasihat, pembimbing para
pelajar ketika para pelajar itu
membutuhkannya. Untuk itu di upayakan dan diberikan kesadaran kepada seluruh
murid agar jangan sampai mereka meninggalkan apa-apa yang pernah diberikan dan
di ajarkan oleh guru kepada muridnya.
d.
Menanamkan hal-hal yang halus
Dalam hal ini guru berkewajiban mencegah
muridnya dari akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin.
Seorang guru ketika memberikan pengajaran hendaknya memakai cara-cara yang
lembut dan halus agar apa-apa yang disampaikannya dapat diserap dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu Al-Ghazali menyerukan agar
menempuh cara mengajar yang benar, seperti cara mengulang bukan menjelaskan,
kasih sayang bukan merendahkan, karena menjelaskan akan menyebabkan
tersumbatnya potensi anak dan menyebabkan timbulnya rasa bosan dan mendorong
hapalannya. Dengan demikian mengajar
memerlukan keahlian yang khusus. Supaya diperhatikan tingkat akal
fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
e. Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid
Tugas ini memberikan pemahaman kepada murid
agar tidak membenci cabang ilmu yang lain, tetapi seyogyanya dibukakan jalan
bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut artinya simurid jangan terlalu
fanatik. Hal ini juga bisa ditanamkan dan diberikan kesadaran bahwa semua ilmu
itu berasal dari allah, dan ketika kita mempelajari satu cabang ilmu apapun
itu, berarti kita sudah mempelajari hakikat kebenaran dari Allah.
f. Guru harus kerja sama dengan
murid dalam membahas dan menjelaskan
Dalam menyampaikan suatu ilmu pengetahuan,
guru tidah usah menyebutkan dibalik semua ini sesuatu yang detail karena hal
itu menghilangkan kesenangannya, mengacaukan hatinya dan menduga guru bersikap kikir.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa belajar sendiri memiliki pemahaman dan
kecerdasannya lebih sempurna dan mampu untuk mengungkapkan apa yang disanpaikan
atau datang kepadanya. Al-Ghazali mengatakan, bahwa mungkin saja terjadi
seorang pelajar diberikan kecerdasan dann kesempurnaan akal oleh allah SWT
sehingga ia amat cerdas dan brilian, sehingga keadaanya lebih beruntung.
g. Guru harus mengamalkan ilmunya
Dalam hal ini guru dilarang mendustakan
perkataanya karna ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati, sedangkan
pengalaman diperoleh dengan pandangan mata. Allah befirman dalam QS. Al-Baqarah
ayat 44 yang artinya “apakah kamu suruh orang berbuat baik dan sedangkan kamu
melupakan dirimu”