Sabtu, 08 Agustus 2015

Menjadi Wanita Paling Bahagia


Wanita adalah sosok perempuan yang bisa melahirkan seorang pemimpin. Dalam diri seorang wanita terdapat setir penentu baik buruknya seorang pemimpin. Dialah seorang ibu yang membimbing anak-anaknya, mengantarkan mereka menuju kepribadian yang sholeh dan sholehah. Keberhasilan seorang ibu dalam membentuk karakter buah hatinya akan bedampak kepada arah positif sehingga melahirkan seorang pemimpin yang bijak dan bertanggung jawab. Untuk bisa melahirkan pemimpin yang bijak seorang ibu harus memperbaiki dirinya terlebih dahulu. Baik tidaknya seorang anak tergantung dengan bagaimana cara ibu mendidiknya. Jadi seorang wanita adalah letak penentu lahirnya seorang pemimpin yang membawa pada kesejahteraan rakyat.
Wanita sholehah adalah seindah-indah perhiasan dunia. Selain menjadi sumber kemuliaan, wanita juga bisa menjadi sumber kerusakan, bila ia tidak mentaati perintah Allah. Dia  akan senantiasa dipuji oleh para malaikat bila dalam dirinya terhiasi oleh akhlak mulia dan terjaga dari hal-hal yang hina. Keindahan dan kecantikan seorang wanita tidak dinilai dari seberapa berat emas yang dipakainya, seberapa banyak mutiara yang dikenakannya dan seberapa besar berlian yang ia punya. Namun kecantikannya adalah ternilai  dari agamanya, akhlak mulianya, sopan santunnya, kelembutannya, kecerdasannya dan imannya.
Semua wanita pasti menginginkan menjadi wanita paling bahagia. Jangan khawatir !! tidak sulit untuk mewujudkan kebahagiaan itu. Hanya butuh emas, berlian dan mutiara untuk mempercantik dan memperindah dirinya. Semua perhiasan itu akan membuat  wanita menjadi bahagia. Perlu kita tahu bahwa emas, berlian dan mutiara disini bukanlah suatu wujud bendanya tapi nilai-nilainya yang bisa menjadikan kita bahagia. Wanita tidak butuh benda berupa emas, berlian dan mutiara untuk mempercantik dirinya. Cukup dengan mengambil nilai-nilai yang ada di dalam perhiasan tersebut. Cantiknya seorang wanita tidak membutuhkan pengeluaran banyak uang.  Hanya dengan iman, takwa dan akhlak mulia dia sudah menjadi wanita paling cantik dan bahagia. Tak usah resah, dengan engkau menjadi seorang muslimah engkau sudah menjadi wanita paling bahagia.
MILIKI emas, berlian dan mutiara. Karena Emas, berlian dan mutiara mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi kaum wanita. Wahai wanita jadikan agamamu sebagai emas. Jadikan akhlakmu sebagai berlian dan jadikan keteguhanmu sebagai mutiaramu. Ketiga perhiasan tersebut harus dimiliki oleh setiap wanita agar kebahagiaan selalu tercurahkan dalam setiap hembusan nafasnya. Ketiga perhiasan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
Emas,,,,
Suatu perhiasan yang sangat mahal dan sangat bernilai. Dengan menjadikan agama sebagai emas, wanita akan terlihat cantik tanpa memakai emas. Agama adalah kunci keselamatan dan agama yang paling benar adalah islam. Agama mengajarkan banyak hal dan tiga diantaranya adalah :
a.       Cintailah Allah dan Rosulnya melebihi cintamu pada yang lainnya. Allah adalah tempat kita bersandar ketika kita dalam keadaan sedih, bahagia ataupun lapang. Cinta kepada Allah diwujudkan dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya dengan makna lain adalah taqwa. Menjalankan sholat lima waktu, berpuasa dan zakat. Ketika kewajiban itu telah terpenuhi disambung dengan amalan-amalan sunnah sebagaimana yang telah diajarkan Rosululloh SAW. Seperti mendirikan sholat malam, sholat dhuha, bersedekah dan amar ma’ruf nahi munkar.
b.      Amar ma’ruf nahi munkar  yakni mengerjakan yang baik dan menjauhi yang munkar. Manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam segala hal. Karena ia tercipta di dunia dalam keadaan paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia mempunyai akal, hati dan anggota badan yang sempurna. Oleh karena itu semua yang telah dianugerahkan kepada Allah harus digunakan yang sebaik-baiknya. Selagi nafas masih berhembus berlakulah dalam kebaikan-kebaikan. Jika kejelekan sudah terlanjur menodai hati yang suci ini sebaiknya segera memohon ampun dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan. Hati manusia mahal harganya maka dari itu jangan kau biarkan hal-hal hina menodainya, sungguh hati manusia sangat berharga.
c.        Menaati syariat islam secara sempurna atau kaffah. Hidup manusia perlu diatur dengan suatu peraturan yang bisa mengantarkannya menuju kebaikan. Terkadang manusia lalai dengan kewajiban yang semestinya ia kerjakan. Dengan adanya syariat manusia diatur dengan sebaik-baiknnya dan ia tidak semena-mena juga tidak berfoya-foya. Syariat mengatur bagaimana manusia berhubungan dengan Allah dan makhluk lainnya.
Jika wanita memiliki tiga nilai diatas maka sudah pasti ia akan memperoleh keemasan dalam hidup. Namun masih banyak lagi hal yang dapat mengantarkan wanita menuju jalan kebahagiaan. Selain menjadikan agama sebagai emas, wanita harus menjadikan akhlakul karimah sebagai berlian. Kecerdasan seseorang tidak menjadi tolak ukur utama dalam menentukan kualitas hidup. Tapi akhlakul karimah yang menjadikan diri seseorang berkwalitas. Ketika sahabat bertanya kepada Rosululloh SAW, “Wahai Rosululloh siapakah orang yang paling cerdas ?”. Lalu Rosul menjawab “Orang yang paling cerdas adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
Laki-laki yang sholeh dan cerdas akan memilih seorang wanita yang baik hatinya, yang lembut dalam tutur katanya dan sopan dalam sikapnya. Jadilah wanita paling bahagia dengan memperindah akhlamu. Akhlak yang mulia akan menjadikan hati tentram. Kesempitan dan kesusahan bukan menjadi beban bagi wanita yang dapat melemahkan keimanan. Tapi disaat wanita mengalami kempitan, cobaan dan ujian terus menyelimuti bagaikan awan yang terus menebal maka disitu wanita harus tahu bahwa dengan ujianlah kualitas keimanannya akan bertambah.
Akhlakul karimah menjadi pengganti berlian bagi wanita muslimah.  Selalu menebarkan kasih sayang, senyuman dan kebaikan terhadap sesama. Dan tidak melupakan dirinya sebagai pengemban dakwah islam. Wanita muslimah harus selalu cerdas pula dalam memilih pergaulan. Budi pekerti manusia dipengaruhi pula oleh lingkungan pergaulannya. Jika dia berada di komunitas muslimah yang sholehah, baik budi pekertinya dan menjauhi hal-hal yang tidak penting maka ia akan menjadi seperti itu pula. Namun disini tidak membatasi bahwa komunitas yang tidak baik kemudian dijauhi. Tapi sebagai muslimah yang syar’i hendaknya merangkul para wanita lain yang berada di jalan yang salah untuk diingatkan dan di ajak ke jalan yang benar.
Jalan menuju kebahagian yang terakhir adalah menjadikan keteguhan sebagai mutiara hidup. Ketika kita sudah percaya dengan Allah dan Rosulnya dan kita benar-benar sudah meyakini bahwa Allah adalah penolong kita maka ketika ujian datang dan masalah bertubi-tubi kita harus tetap istiqomah dan teguh di jalan yang benar. Ketika orang memperolok-olok kita disaat kita lemah dan tidak berdaya maka tetap teguh dan beristiqomahlah di jalan yang benar. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dalam kedaan apapun. Kekasih Allah adalah mereka yang fakir, lemah tetapi mereka tetap bersyukur atas karunia yang sudah diberikan untuknya dan bibirnya senantiasa basah dengan lantunan dzikir.
WAHAI Muslimah,,,,
Sudah saatnya kita menjadi muslimah yang senantiasa berbahagia. Hilangkan kemurungan, kecemberutan, kesedihan yang masih menyelimuti kita. Jika kita adalah wanita yang lemah dan tak secerdas Aisyah istri nabi dan tak sebaik aminah ibunda nabi, Maka tetapkuat dan teguhkan iman dan yakin bahwa Allah akan senantiasa membukakan pintu kemudahan, memberikan petunjuk dan bimbingan bagi para hambanya yang mau berfikir dan belajar. Islam harus menjadi jalan yang kita pilih. WE ARE LOVE ISLAM !!!!  



Minggu, 21 Juni 2015

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA ZAMAN PENJAJAHAN
Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Pada hakikatnya pendidikan adalah proses yang terintregasi dengan perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan.[1] Sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
مَن أَرَادَ الدنيَا فَعَلَيهِ بِالعِلم وَمَن أَرَادَ الاخِرَةَ فَعليه بِالعلم وَمَن أَرَادَهُما فَعليهَ بالعلمِ
Artinya:
Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) hidup di dunia maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang meninginkan (kebahagian) hidup di akhirat maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kedua-keduanya maka hendaklah ia berilmu.
Pendidikan islam dari masa ke masa mengalami transformasi, mulai dari masa awal lahirnya, yakni pada masa Rosulullah, kemudian pada masa Khulafa’ur  rasyidin dan dilanjutkan masa-masa berikutnya, hingga islampun mengalami masa keemasan, kemunduran, dan perbaikan yang dikenal dengan masa pembaharuan. Dan disini yang akan dibahas yaitu pendidikan islam di indonesia yaitu pada masa setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia.
Pada mulanya kedatangan orang-orang asing Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia. Selain berdagang Belanda berupaya menancapkan pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia. Kehadiran Belanda tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, tetapi juga menekan politik dan kehidupan keagamaan rakyat. Penetrasi Belanda menghancurkan elemen-elemen kehidupan perdagangan orang Jawa, kegiatan umat islam dalam politik. Selain itu segala aktifitas umat islam yang berkaitan dengan keagamaan ditekan. Belanda terus menerapkan langkah-langkah yang membatasi gerak pengalaman agama islam, seperti upacara keagamaan dan ibadah haji.
Pembatasan dan pengawasan ketat oleh Belanda tarhadap umat islam membatasi aktivitas umat Islam. Akibatnya pengajaran nilai-nilai islam dan peningkatan keberlakuan nilai-nilai islam menjadi tersendat-sendat, bahkan perluasan agama islam terhadap daerah yang belum terjangkau oleh islam menjadi terhambat. Meski demikian, islam justru menjadi daya tarik ulama sebagai simbol perlawanan kepada penjajah Belanda. Islam dijadikan sebagai mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi kekerasan dan pembatasan pemerintah Belanda.
Berdasarkan statistika resmi pemerintah pada tahun 1885, jumlah lembaga pendidikan islam tradisional tercatat sebanyak 14.929 di seluruh Jawa dan Madura (kecuali kesultanan Yogyakarta). Kegiatan keislaman juga berkembang dengan intens.[2] Hal ini didorong oleh banyaknya masyarakat Indonesia yang menjalankan ibadah haji sekaligus menimba ilmu agama di Makkah. Akhirnya terjadilah pelonjakan jumlah lembaga pendidikan islam.
Pada pertengahan abad ke-19 pemerintah Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan model barat. Pendidikan Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Adapun tujuan didirikannya sekolah adalah untuk mempersiapkan pegawai-pegawai bekerja untuk Belanda.[3] Kehadiran sekolah-sekolah pemerintah Belanda mendapat kecaman sengit dari kaum ulama. Kaum ulama dan para santri menganggap program pendidikan tersebut adalah alat penetrasi kebudayaan barat di tengah berkembangnya pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan islam. Sehingga tujuan ini akan melahirkan kaum intelektual yang sekuler dan menjadi pembela kebudayaan barat. Akhirya para kaum ulama mengecam sistem ini.
Pada masa kolonial Belanda pendidikan Islam di kenal dengan istilah bumiputera, karena yang memasuki pendidikan islam seluruhnya pendidik pribumi indonesia. Pendidikan islam pada masa penjajahan Belanda ada tiga macam, yaitu :
a.       Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam
Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam merupakan sistem pendidikan yang  mengkorelasikan antara sistem pendidikan Hindu dengan Islam. Adapun pendidikan pada masa ini dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem, Yakni sistem Keraton dan sistem Pertapa.
Strategi pembelajaran pada sistem pendidikan keraton dilaksanakan dengan  guru (Teacher) mendatangi murid-muridnya. Yang menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton. Sedangkan sistem pertapa kebalikan dari sistem keraton, justru para muridlah yang mendatangi guru ke tempat pertapaanya. Semua murid-murid yang menimba ilmu tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan dan kalangan keraton, tetapi juga termasuk rakyat jelata.
b.      Sistem pendidikan surau (langgar)
Secara bahasa kata surau berarti “tempat” atau “tempat penyembahan”. Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang dibangun untuk menyembah arwah nenek moyang. Beberapa ahli mengatakan bahwa surau berasal dari India yang merupakan tempat yang digunakan sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan Hindu-Budha. Istilah surau paling banyak dipergunakan di Minangkabau.
Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam disampaikan oleh Syeikh Burhanudin. Beliau menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau. Pada umumnya anak laki-laki yang menimba ilmu di tempat ini menetap, sehingga memudahkan Syeikh menyampaikan pengajarannya.
Dalam lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi formal, sebagaimana yang dijumpai pada lembaga pendidikan modern. Aturan yang ada didalamnya sangat dipengaruhi oleh hubungan antar individu yang terlibat. Secara kasat mata dapat dilihat di lembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasihat. Fungsi learning societi disurau sangat menonjol karena di lembaga ini tidak sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja tapi lebih dari itu merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi kultural.
Sistem pendikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya, proses belajarnya tidak kaku sama muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada kelompok mana yang ia kehendaki. Dalam proses pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan tulis, yang ada hanya kitab  kuning merupakan sumber utamnya dalam pembelajaran.
Metode utama dalam proses pembalajaran di surau dengan memakai metode ceramah, membaca dan menghafal. materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada urang siak dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran. Syeikh membacakan materi pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan mencatat beberapa catatan penting disisi kitab yang dibahasnya atau dengan menggunakan buku khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem seperti ini terkenal dengan istilah halaqoh.[4]
c.       Sistem pendidikan pesantren
Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang berasal dari tradisi umat Islam. Pesantren lahir dari pola kehidupan tasawwuf, yang kemudian berkembang diwilayah Islam, seperti Timur Tengah dan Afrika utara yang dikenal dengan sebutan zawiyat. Pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-Budha yang sudah mengalami proses islamisasi. Pesantern adalah lembaga pendidikan tertua di indonesia. Pesantren sudah menjadi milik umat Islam setelah melalui proses Islamisasi dalam sejarah perkembangannya. Di sana diajarkan diajarkan norma-norma yang tidak mungkin dijumpai di tempat-tempat lain. Disana tidak sekedar diajarkan berbagai ilmu dan melakukan ibadah saja, tetapi juga diajarkan nilai-nilai paling mutlak yang harus dimiliki seseorang dalam mengarungi kehidupan.
Metode pengajaran yang digunakan di pesantren bermacam-macam. Seperti metode sorogan atau layanan individual, Metode wetonan dan bandongan, atau layanan kolektif serta Metode Musyawarah.
Metode layanan individual yaitu bentuk belajar mengajar dimana Kyai menghadapi seorang santri yang masih dalam tingkatan dasar. Tata caranya adalah seorang santri menyodorkan sebuah kitab di hadapan kiyai, kemudian kiyai membacakan beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri mengulangi bacaan sampai santri benar-benar membaca dengan baik. bagi santri yang telah menguasai materi lama, maka ia boleh menguasai meteri baru lagi.
Metode layanan kolektif Ialah metode mengajar dengan sistem ceramah. Kiyai membaca kitab di hadapan kelompok santri tingkat lanjutan dalam jumlah besar. Kiyai biasanya membacakan, menerjemahkan, lalu menjelaskan kalimat-kalimat yang sulit dari suatu kitab dan para santri menyimak baacaan Kiyai sambil membuat catatan penjelasan di penggir kitabnya. Di daerah Jawa metode ini disebut (halaqoh) yakni murid mengelilingi guru yang membahas kitab.
Metode Musyawarah Adalah belajar dalam bentuk diskusi. Metode ini dilakukan  melalui membahas setiap masalah yang berhubungan dengan materi pembelajaran-pelajaran santri ditingkat tinggi. Metode ini menekankan keaktifan santri dalam mempelajari dan mengkaji sendiri buku yang telah ditentukan kiyainya.
Kurikulum pendidikan islam pada masa ini adalah mengkomplikasikan daftar kitab-kitab kuning yang masa itu dipakai dipesantren-pesantren Jawa dan Madura. Daftar tersebut meliputi kitab-kitab fikih, baik fikih secara umum maupun fiikih ibadah, tata bahasa arab, ushuludin, tasawwuf dan tafsir. Pendekatan terhadap al-Quran tidak terjadi secara langsung melainkan hanya melalui seleksi yang sudah dilakukan kitab-kitab lain khususnya kitab fikih. Studi fikih dan tata bahasa arab merupakan profil pesantren pada akhir abad ke-19 tersebut. Pada umumnya pendidikan di pesantren mengutamakan pelajaran fikih. Namun sekalipun mengutamakan pelajaran fikih mata pelajaran lainnya tidak di abaikan sama sekali. Dalam hal ini mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu alat, pembinaan iman, dan akhlak sangat diperlukan begitu pula pengajaran bahasa arab.
Tidak ternilai besar kerugian yang harus ditanggung bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan islam. Di bawah tindasan dan kekejaman kolonial Belanda, rakyat Indonesia terbelenggu dalam kemunduran dan keterbelakangan karena harus berhadapan dengan ketatnya peraturan dan pengawasan kolonial Belanda. Meskipun pemerintah kolonial telah menyelenggarakan sistem pendidikan barat yang lebih maju dan modern namun rakyat indonesia tidak sembarang mengikuti sistem pendidikan Belanda.
Sejak tanggal 18 Maret 1942, kejayaan kaum penjajah Belanda di Indonesia lenyap karena Belanda harus bertekuk lutut pada Jepang. Selanjutnya, bangsa Indonesia memasuki alam baru di bawah pemerintahan Jepang.  Dengan begitu habislah riwayat susunan pengajaran Belanda yang dualistis yang membedakan antara pengajaran barat dan pengajaran bumi putera. Kemudian  Jepang mendidirikan sekolah pertama dengan susunan pengajaran sebagai berikut : (a) Sekolah rakyat 6 tahun, (b) Sekolah menengah 3 tahun, (c) Sekolah menengah  tinggi 3 tahun dan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pembelajaran.
Pada masa jepang tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan  yang kedua membela bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.
Pada masa itu pesantren besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang. Namun kehadiran Dai Nippon di Indonesia tidak ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang ini pun mendapat hambatan yang cukup besar. Pada tahun-tahun pertama pendidikan Jepang, mereka melarang diajarkannya bahasa Arab di sekolah-sekolah agama. Campur tangan Jepang dalam seluruh bidang pendidikan agama sebagian ditujukan dalam hubungannya dengan Arab dan pan-Islamisme. Hal tersebut merupakan salah satu beban yang dipaksakan kepada orang-orang Islam Indonesia selama zaman pendudukan Jepang.
Kehadiran Jepang di Indonesia menanamkan jiwa berani pada bangsa Indonesia. Tetapi semua itu untuk kepentingan Jepang. Kendatipun demikian, ada beberapa hal yang perlu dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu yang terjadi perubahan yang cukup mendasar di bidang pendidikan, yang penting sekali artinya bagi bangsa Indonesia, ialah :
a.       Dihapuskannya dualisme pengajaran
Habislah riwayat susunan pengajaran Belanda dualistis, yang membedakan dua jenis pengajaran , yakni pengajaran Barat dan pengajaran Bumiputra.
b.      Pemakaian Bahasa Indonesia
Pemakaian Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan. Tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk mempekenalkan kebudayaan Jepang kepada rakyat.
Sikap Jepang Terhadap Pendidikan Islam adalah  pemerintahan Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan siasat untuk kepentingan Perang Dunia II. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh beberapa kebijaksanaan, di anataranya ialah:[5]
1.      Kantor Urusan Agama, yang pada zaman Belanda disebut Kantoor Voor Islamistische Zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri, yaitu K.H.Hasyim Asyari dari Jombang, dan di daerah-daerah juga dibentuk Sumuka.
2.      Pondok Pesantren yang besar-besar seringkali mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3.      Sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4.      Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah untuk memberikan pelatihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan tersebut dipimpin oleh K.H.Zainal Arifin.
5.      Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
6.      Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis didizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemula Isl­­­am ikut dalam pelatihan kader militer tersebut, anatara Sudirman, abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
7.      Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.

Perkembangan pendidikan islam pada masa penjajahan Jepang memiliki ruang gerak bebas dibandingkan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan islam untuk berkembang :
a.       Madrasah
Madrasah berkembang dengan pesat dari segi kuantitas pada masa awal kependudukan Jepang. Hal ini dapat ditandai di daerah Sumatera yang terkenal dengan madrasah awaliyahnya di bawah naungan majlis ulama tinggi.
b.      Pendidikan agama di sekolah
Sekolah negeri diisi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini memberikan kesempatan pada guru agama islam untuk mengisinya dengan ajaran agama. Di dalam pengajaran tersebut juga dimasukkan ajaran tentang jihad melawan penjajah.
c.       Perguruan tinggi Islam
Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi islam dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Mudzakar, dan Bung Hatta.
            Walupun Jepang berusaha mendekati umat islam dengan memberikan kebebasan dalam beragama dan mengembangkan pendidikan, namun para ulama’ tidak akan tunduk kepada pemerintaha Jepang. Hal ini dapat kita saksikan bagaimana pejuangan KH. Hasyim Asyari beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang untuk melakukan seikere (menghormati kaisar Jepang yang dianggap sebagai keturunan dewa matahari). Pada waktu itu pendidikan dalam pondok pesantren masih berjalan secara wajar.
Pada tanggal 8 Juli 1945 bedirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan pada zaman Jepang umat islam mempunyai banyak kesempatan untuk memajukan pendidikan islam. Sistem pendidikan pada zaman Jepang dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
1.      Pendidikan dasar lama studi 6 tahun
2.      Pendidikan lanjutan terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi yang masing-masing ditempuh tiga tahun.
3.      Pendidikan kejuruan yang mencakup sekolah lanjutan yang bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik dan pertanian.
4.      Pendidikan tinggi mempunyai beberapa tujuan pendidikan islam : mewujudkan masyarakat islam yang sebebarnya dan asas perjuangan dakwah islamiyah dan amar ma’ruf nahi munkar.    
Peran wanita pada masa itu dipelopori oleh R.A Kartini. Kartini berani berbeda dengan tradisi adatnya yang mapan, dia juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap ajaran Islam. Bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang “min adz dulumati ila nuur”. Kartini menyadari bahwa sumber pendidikan terbaik justru ada di dekatnya, yaitu Al-Quran.      
Apa yang telah diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini ternyata memiliki pengaruh besar yang positif dalam menginspirasi se­luruh wanita di Indonesia. Raden Ajeng Kar­tini merupakan tokoh wanita yang akan selalu menjadi inspirasi sepanjang masa. Perjuangan dan semangat hidupnya tidak akan pernah le­kang oleh waktu. Beliau memperjuangkan hak perempuan sehingga hak perempuan setara dengan lelaki. Jika laki-laki bisa bersekolah maka perempuanpun begitu. Inilah peran Ibu Kartini dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan.  

DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, dkk, 2008. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Askara).
Dhofier Zamakhsari, 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : lp3es).
Putra Daulay Haidar, 2014.  Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan (Jakarta: Kencana).
Ramayulis,. 2011. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia).
Zuhairini,dkk., 1989. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Dirjend. Bimbaga Islam Jakarta
               



[1] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Askara, 2008). 10.

[2] Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : lp3es, 1982). 35-36.
[3] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2014). 76.
[4] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011).  Hal. 253-256.
[5] Dra.Zuhairini,dkk., Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Dirjend. Bimbaga Islam (Jakarta  :  1986). 151.

Minggu, 14 Juni 2015

ARTIKEL BAHASA ARAB TENTANG GAYA BELAJAR


أساليب التعلّم
أسلوب التعلّم هو أسهل الطّرق للشّخص في التعلّم و نيل الإعلام و الاتّصال. أسلوب التعلم ثلاثة أنواع : البصريّة والسمعيّة والحركيّة. لكل النّاس كلّ أساليب التعلّم و عادة كانت طريقة واحدة بارزة في كلّ النّاس.و أصبحت عاصمة لهم أن يرقّوا منجزهم و معريفتهم.
أ‌.       أسلوب التعلّم البصريّ
يجب على الأولاد الذين لديهم أسلوب التعلّم البصريّ أن ينظروا لغة الجسد وتعابير وجه معلّمه في التعلّم. وهم يفضّلون أن يجلسوا أماما عند الدراسة في الفصل لكي ينظرواه وضيحا.
ويفكّرون أن يستخدموا الصّور في عقولهم وهم أسرعوا في التعلّم باستخدام عروض الصّور مثل التخطيط و الكتب التصويرية و الفيديو. في الفصل, يحبّون أن يكتبوا شرحا  تفصيلا لحصول المعلومات.
استراتيجيات لتسهيل عمليّة تعلّم الطفل البصري :
·       أن تستخدم أوراق الكتابة  بالأقلام الملونة عند كتابة على السبورة.
·       أن تشرح المواد بالطريقة البصريّ مثل الصّورة و التخطيطة والخريطة.
·       أن تستخدم القلم الملون للتأكيد على الأمور الهامة.
·       أن تستخدم وسائل الإعلام مثل الحاسوب.
·       أن تدعو الطلّابَ لتصوير فكراتهم في الصّورة.
·       أن تعطيهم الفرصة لتلخيص الدروس بلغتهم.
ب‌.  أسلوب التعلّم السّمعي
اعتمد الطلّاب الذين لديهم أسلوب التعلّم السّمعي على نجاح التعلّم بالأذن. هم يستطيعون أن يتعلّموا  بالمناقش والاستماع إلى ما يقولهم المعلّم.
و يستطيعون أن يقبضوا المعنى المنقول بالأصوات وسرعة التكلم. وعادة, يستطيعون أن يحفظوا مسرعة بقرأة النّصوص جهرية واستماع الأشرطة.
استراتيجيات لتسهيل عمليّة تعلّم الطّفل السّمعي :
·       أن تدعو الطلّابَ لاشتراك المناقشة أم في الفصل أو المنزل.
·       أن تشجّعهم لقراءة المادة بجهرية.
·       أن تستخدم الموسيقى في التعلم.
·       أن تمسحهم للتسجيل في الأشرطة.
·       أن تعطيهم الفرصة للتكرار و تبيين إلى أصدقائهم.
ت‌.  أسلوب التعلّم الحركيّ
الأولاد الذين لديهم أسلوب التعلّم الحركيّ يتعلّمون بالحركة و اللّمسة و تفعيلة الأشياء. يصعب هذا الأولاد ساكنة فترة طويلة, لأنّهم يريدون أن يعملوا و أن يكتشفوا شديدا.
وعادة,كتابة هذا الطلّاب قبيحة. ولو كانوا كثيرة من التحركات ولكنّهم يستخدمون مشاعرهم غلبا.
استراتيجيات لتسهيل عمليّة تعلّم الطفل الحركيّ :
·       أن لا تجبر الأطفال على تعلّم لساعات طويلة دون تحريك.
·       أن تدعولهم لتعلّم مع استكشاف البيئة (المثال : تدعوهم إلى قراءة وتعلّم مع ركوب الدراجة.
·       أن تستخدم الأقلام الملونة للتأكيد على القراءة الهامة.
·       أن تمسحهم لتعلّم مع استماع المسيقى.

·       أن تعطيهم إرشادا بجلوس الموازي جانبهم. وأن تبعّدهم تكلّما بصوت عال.

PROFESI DAN ETIKA KEGURUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A.    Aspek-Aspek Profesi
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.[1]
Adapun pengertian profesi secara terminologi, sesuai apa yang diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut: (1) Menurut Roestiyah profesi adalah suatu jabatan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional.[2] (2) Dr. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu.[3]
Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang menuntut adanya kriteria tertentu sehingga tidak semua orang dapat melakukan pekerjaan itu tanpa melalui proses yang benar.[4] Ornstein dan Levine menyatakan bahwa profesi adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:[5]
1.      Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
2.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai.
3.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
4.      Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
5.      Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan denga jabatan lain).
Menurut Dr. Wirawan, Sp. A (dalam Dirjenbagais Depag RI, 2003) menyatakan persyaratan profesi, antara lain :
a.      Pekerjaan Penuh
Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh oleh masyarakat atau perorangan. Profesi merupakan pekerjaan yang mencakup tugas, fungsi, kebutuhan, aspek atau bidang tertentu dari anggota masyarakat secara keseluruhan. Profesi guru mencakup khusus aspek pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b.      Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan profesi terdiri dari cabang ilmu utama dan ilmu pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu yang menentukan esensi suatu profesi. Contohnya profesi guru cabang ilmu utamanya adalah ilmu pendidikan dan cabang ilmu pembantunya masalah psikologi.
c.       Aplikasi ilmu pengetahuan  
Ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai dua aspek, yaitu aspek teori dan aspek aplikasi. Aspek aplikasi ilmu pengetahuan adalah penerapan teori-teori ilmu pengetahuan untuk membuat sesuatu., mengerjakan sesuatu atau memecahkan sesuatu yang diperlukan. Profesi merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk mengerjakan, menyelesaikan, atau membuat sesuatu.
Kaitan dengan profesi guru, tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh guru tetapi juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut sehingga guru dituntut untuk menguasai keterampilan mengajar.

d.      Lembaga Pendidikan Profesi
Ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh guru untuk melakanakan profesinya harus dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi yang khusus mengajarkan, menerapkan, dan meneliti serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu keguruan. Sehingga peran lembaga pendidikan tinggi sebagai pencetak sumber daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan pengetahuan yang mantap pada calon pendidik.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip tertentu yaitu:
·         Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
·         Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlaq mulia.
·         Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
·         Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
·         Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
·         Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerj.
·         Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan.
·         Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
·         Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Sebagai profesionalisme, seorang guru harus memiliki kriteria tertentu :[6]
1.      Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.
2.      Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana S-1 sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.
3.      Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik yaitu kemempuan mengelola pembelajaran peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kedua, kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantab, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlaq mulia.
Ketiga, kompetensi sosial yaitu kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, wali peserta didik dan masyarakat.
Keempat, kompetensi profesional adalah kemampuan pendidik dalam peguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Dalam bukunya yaitu Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Sardiman (2011: 141-142)  menyebutkan bahwa sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru yaitu:
Ø  Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya. Sebagai pendidik harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan dimana guru harus mampu memberi contoh perilaku yang baik, terbuka, serta menghindari segala perbuatan tercela dan tingkah laku yang dapat menjatuhkan martabat pendidik.

Ø  Guru harus mengenal diri siswanya.
Ø  Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan. Dalam mengajar akan lebih berhasil jika disertai dengan kegiatan bimbingan yang banyak berpusat pada kemampuan intelektual, guru perlu memiliki pengetahuan yang memungkinkan dapat membantu dan menetapkan serta meningkatkan tingkat perkembangan peserta didik atau siswanya.
Ø  Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
Ø  Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan. Guru harus mampu memiliki pemahaman secara menyeluruh terhadap bidang ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya sehingga informasi yang disampaikan bukanlah informasi yang salah. Juga guru harus mampu selalu memperbarui informasi ataupun ilmu yang didapat karena perkembangan ilmu pengetahuan serta informasi terus-menerus dapat berubah.
            Jika guru mampu menguasai aspek-aspek yang merupakan kecakapan dan pengetahuan dasar bagi guru tersebut maka guru harusnya dapat melaksanakan tugas dan peran sebagai guru dengan baik. Setiap guru hendaknya memang harus menguasai aspek-aspek kecakapan dan pengetahuan dasar profesi guru tersebut, agar setiap guru mampu menjadi guru dengan baik yang tentunya mampu mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan.

B.     Aspek-aspek Etika
 Etika merupakan prinsip-prinsip mengenai suatu yang benar dan salah yang dilakukan setiap orang dalam menentukan pilihan sebagai pedoman perilaku mereka. Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau  adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin  etika  adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia :
1.      Etika Deskriptif,  yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan  rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika profesi diantaranya mencakup sebagai berikut :
a.       Memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
b.      Memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
c.       Mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara professional.
d.      Mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling.
e.       Mampu mengembangkan dan mempraktekkan kerja sama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
f.       Memiliki wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks lingkungannya.
g.      Memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
Peranan Etika dalam Profesi :
·         Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja. Tetapi milik setiap kelompok masyarakat bahkan kelompok yang paling kecil, yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
·         Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan, baik dengan kelompok atau masyarakat pada umumya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
·         Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi hukum dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
      Etika kerja lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati bersama itu disebut kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan perilaku etika dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja akan dikontrol, dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan. Semua anggota harus menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dari semua kode etik yang telah disepakati bersama.
    Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan sumpah profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar minimal sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika mengajar.[7]
       Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
       Kode Etik Guru Indonesia
       Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.      Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.      Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
       Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima   kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
a.       Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal. Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
b.      Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
c.       Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional, guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada dua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
d.      Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Guru sebagai tenaga profesional dengan memahami 9 butir kode etik guru diharapkan guru mampu berperan serta aktif dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik sehingga tercapai tujuan yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional.
Di samping kode etik guru Indonesia, ada pula kode etik jabatan guru yang perlu ditaati oleh setiap guru:
a.       Guru sebagai manusia pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
b.      Guru sebagai pendidik hendaknya bertekad untuk mencintai anak-anak dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri tauladan bagi anak didiknya.
c.       Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan peningkatan pengetahuan dan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir.
d.      Setiap guru diharapkan selalu memperhitngkan masyarakat sekitarnya, sebab pada hakikatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan.
e.       Setiap guru berkewajiban meningkatkan keselarasan jasmaninya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya pula.
f.       Di dalam hal berpakain dan berhias, seorang guru hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan santun.
g.      Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasannya dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki kepegawaian.
h.      Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya delalu diarahkan untuk meningkatakan mutu dan elayan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
i.        Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkantkan rasa kekeluargaan dengan sesame guru dan pegawai lainnya.
j.        Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelesaikan setiap persoalan yang timbul, atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
k.      Setiap guru dalam pergaulannya dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan ideology yang dianutnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
l.        Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi, organisasi, atau perorangan dalam mensukseskan kerjanya.
m.    Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
n.      Setiap guru diwajibkan memakai peraturan-peraturan dan menekankan selfdicipline serta menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel.
C.    Profesi Keguruan dalam Perspektif Islam
            Dalam konteks pendidikan Islam, banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjuk makna guru. Setidaknya ada enam istilah dalam Islam yang semakna dengan makna guru, sebagaimana dikutip Muhaimin (2003: 209) dari beberapa sumber. Enam istilah tersebut adalah ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib. Masing-masing istilah tersebut mempunyai makna yang spesifik yang dapat membedakan dengan yang lainnya.   
Ustadz mempunyai makna seorang yang mengajarkan, al muallim (Louis Ma’luf, 1978:10). Sedang dalam realitas kehidupan di Timur Tengah sebenarnya ustadz dipergunakan untuk menunjuk seorang professor atau guru besar. Dalam konteks keindonesiaan, ustadz dimaknai sebagai guru agama, guru besar laki-laki (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 1255).
Mursyid juga merupakan salah satu istilah yang dipergunakan untuk menyebut guru dalam pendidikan Islam. Istilah ini lebih banyak dipergunakan dalam dunia toriqot. Sebagaimana dipergunakan Imam Syafi’i ketika meminta nasehat kepada gurunya, beliau berkata sebagai berikut :
شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي وأخبرني بأنّ العلم نور ونور الله
لايهدى لعاص.
Artinya: Saya mengadu kepada imam Waki’ tentang jeleknya hafalan saya, beliau memberi nasehat untuk meninggalkan segala maksiat dan memberi tahu bahwa ilmu itu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berma’siyat.
Menimbang nasehat di atas, minimal ada dua hal yang harus dicermati dalam upaya menuntut ilmu. Dua hal tersebut adalah pertama, untuk memperkuat ingatan maka harus meninggalkan maksiat. Maksiat di sini disimbolkan dengan konflik batin dan disfungsi kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri individu.
Tugas sebagai seorang guru yang harus dilaksanakan bagi anak didiknya semestinya merupakan tugas kombinasi dari tugas murabbiy, mu’allim, mursyid, mu’adib dan mudarris. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Al Ghozali dalam ihya ulumuddin (55-58). Beliau mengatakan seorang guru sebaiknya memperhatikan beberapa tugas antara lain :
Mengasihi anak didiknya seperti halnya mengasihi anaknya sendiri dalam upaya
menyelamatkan anak didik dari api neraka. Tidak menuntut bayaran, ucapan terima kasih atas ilmu yang diajarkannya kepada anak didiknya kecuali hanya mengharap ridlo Allah. Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk menuntut ilmu secara bertahap dari ilmu jaliy menuju ilmu khofiy, sesuai dengan prinsip kemudahan. Memberi nasehat anak didik yang jelek akhlaknya dengan bahasa yang halus, jika memungkinkan dan penuh kasih sayang. Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk mempelajari ilmu-ilmu lain, tanpa menjelek-jelekkan suatu ilmu atas ilmu lain. Mengajarkan ilmu kepada anak didiknya sesuai dengan kadar kemampuan anak didiknya. Mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat sederhana bagi siswa yang kemampuannya terbatas. Sebaiknya seorang guru mengamalkan ilmu yang telah diajarkannya bagi anak didiknya. Dalam salah satu penjelasannya Imam Al Ghozali mengatakan sebagai berikut:
الشفقة من المتعلمين بأن يجريهم مجرى بنيه قال رسولله ص. م :إنما
 أنا لكم مثل الوالد لولده, بأن يقصد إنقاذهم من نار الأخرة وهو أهمّ
من إنقاذ الوالدين ولدهما من نار الدنيا ولذلك صار حق المعلّم أعظم
 من حقّ الولدين..
Artinya: Mengasihi anak didiknya dengan memperlakukan mereka sebagai anaknya sendiri, Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya saya bagi kamu semua seperti bapak terhadap anaknya”, dan dengan tujuan menyelamatkan mereka dari api neraka, dan hal ini lebih penting dari penyelamatan orang tua atas anaknya dari api duniawi, oleh sebab itu haknya guru itu lebih utama dari hak kedua orang tua…(halaman 55).
Berdasar pemikiran tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru dalam
perspektif Islam menempati posisi yang mulia. Posisi mulia dan terhormat itu dibuktikan dengan peran dan tugas guru sebagai pengganti orang tua. Maka peran dan tugas guru adalah mendidik anak didik yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengantarkan pada kedewasaannya. Lebih dari itu, peran guru lebih utama dibandingkan peran orang tua. Orang tua cenderung hanya mengantarkan kepada kematangan duniawi dan menyelamatkan dari kejelekan-kejelakannya. Sedangkan guru yang sebenarnya dapat menyelamatkan peserta didik dari siksa api neraka, kelak di akherat, yakni menyangkut kehidupan akhirat.
Profesionalisme dimaknai sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional (Ahmad Tafsir, 1991 : 107). Suatu profesi atau pekerjaan semestinya dilakukan oleh orang yang mempunyai kecakapan sesuai dengan profesinya. Dengan berbekal kecakapan dan keahlian yang sesuai dengan profesi dan pekerjaannya, maka hasil kerja yang dilahirkan akan lebih terjamin mutu dan kualitasnya. Memang betul kecakapan dan keahlian sangat penting sebagai bekal suatu pekerjaan atau profesi, tetapi kecakapan dan keahlian yang dibutuhkan adalah kecakapan yang
sesuai dengan profesi atau pekerjaannya. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai suatu profesi apabila bercirikan sepuluh karakter tersebut di atas. Dari sepuluh karakter tersebut di atas dapat disarikan menjadi dua item pokok. Dua item pokok tersebut adalah panggilan hidup atau pengabdian dan keahlian. Panggilan hidup atau pengabdian merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam kehidupan.
Dalam konteks keislaman pengabdian dapat dimaknai dengan makna ibadah. Ibadah merupakan tuntutan setiap pribadi muslim sebagai wujud keimanan dan keyakinannya kepada Allah. Ibadah dalam Islam mempunyai makna yang luas, dapat dipahami dari perspektif substansi, waktu dan tempatnya. Pertama dari perspektif substansi, maka semua aktifitas yang baik yang dilakukan manusia dalam rangka mencari keridloan Allah merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Atas dasar ini, maka proses pendidikan dan pengajaran juga termasuk amal ibadah kepada Allah azza wa jalla. Seorang guru yang mengajarkan kebaikan kepada muridnya, berarti dia telah beribadah kepada Allah dengan mengajarkan kebaikan kepada umat manusia, dan seorang pelajar yang berjalan dalam rangka mencari kebenaran, berarti dia juga beribadah kepada Allah. Allah berfirman dalam surat al-Mujadalah 11 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$#
 öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$#
 ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
       Pendidikan yang intinya adalah manusia dan ruang lingkupnya adalah kehidupan alam semesta, maka tujuannya adalah mengetahui Allah dan beribadah kepada-Nya. Jadi guru sebagai suatu profesi di samping sebagai pengabdian atau ibadah dalam perspektif Islam, juga mengandung dimensi keilmuan yang diterima oleh masyarakat. Kedua dari sisi waktu, ibadah walaupun ibadah fardhu sudah ditentukan waktu, tujuan dan hikmahnya- tetapi dengan maknanya yang luas, maka ibadah ini diperbolehkan dalam setiap waktu dalam kehidupan duniawi ini dari kanak-kanak hingga usia lanjut.
D.    Kode Etik Keguruan Dalam Perspektif Islam
1.      Etika guru menurut perspektif Al-Jurjani dalam kitab Ta’lim muta’allim:
Sebagai calon pendidik selayaknya kita mengetahui kriteri guru yang baik. Karena itu merupakan salah satu poin yang dibahas dalam konsep pendikan al-Jarnuzi yalni memilih ilmu, guru, teman dan ketahanan dalam belajar. Dalam pembahasan memilih guru ada beberapa kriteri yang ditulis oleh al-Jarnuzi dalam kitabnya (Ta’lim Muta’alim).
a.       Pedegogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dan tujuan mendidik anak. Dari kesimpulan tersebut bahwa guru harus paham dan mengerti betul-betul hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan.
b.      Seorang guru adalah figur yang berbicara didepan dan harus bisa menghidupkan suasana dengan kemampuan socialnya.
c.       Profesional berarti seorang pendidik harus paham betul akan materi yang ia sampaikan. Lebih detail lagi ia selalu akan tugas atau materi yang ia bawakan kemaren, sehingga materi yang dibawakan itu akan terus nyambung bagaikan mata rantai yang seling membutuhkan satu sama lain.
d.      Guru tidak hanya sebagai pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar etika yang berperan sebagai uri tauladan. Konsep orang jawa bahwa guru adalah orang yang di gugu dan ditiru, artinya guru adalah orang yang dihormati dan menjadi tauladan bagi muridnya. Maka guru harus mengisi kepribadiannya dengan akhlakul karimah.
           Dari keempat kriteri diatas, bukan berarti salah satu atau salah dua yang harus dimiliki oleh pendidik profesional, akan tetapi kesemua itu bagaikan mata rantai yang berurutan yang memang satu sama lain harus berhubungan dan melengkapi. Sehingga hal itu akan menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pendidikan.(Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-Ta’allum).

2.      Etika Guru Menurut Ibn Al-jama’ah
Konsep Guru menurut Ibnu Jama’ah bahwa ulama sebagai mikrokosmos manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah). Atas dasar ini, maka derajat seorang alim berada setingkat dibawah derajat Nabi. Hal ini didasarkan pada alasan karena para ulama adalah orang yang paling takwa dan takut kepada Allah SWT. Dari konsep tentang seorang alim tersebut, Ibnu Jama’ah membawa konsep tentang guru. Untuk itu Ibnu Jama’ah menawarkan sejumlah etika yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Etika pendidik tersebut meliputi 6 hal :
a.       menjaga akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan.
b.      tidak menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya.
c.       mengetahui situasi social kemasyarakatan.
d.      kasih sayang dan sabar.
e.       adil dalam memperlakukan peserta didik.
f.       menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari keenam etika tersebut, yang menarik adalah etika tentang tidak bolehnya profesi guru dijadikan sebagai usaha mendapatkan keuntungan materil, suatu konsep yang di masa sekarang tampak kurang relevan, karena salah satu ciri kerja professional adalah pekerjaan dimana orang yang melakukannya menggantungkan kehidupan di atas profesinya itu. Namun Ibnu Jama’ah berpendapat demikian sebagai konsekuensi logis dari konsepnya tentang pengetahuan. Bagi Ibnu Jama’ah pengetahuan (ilmu) sangat agung lagi luhur, bahkan bagi pendidik menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut, sehingga pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan jika hal itu dilakukan berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan. Secara umum etika-etika tersebut diatas menampakkan kesempurnaan sifat-sifat dan keadaan pendidik dengan memiliki persyaratan-persyaratan tertentu sehingga layak menjadi pendidik sebagaimana mestinya.

3.      Etika guru menurut K.H Hasyim Asyari
Adapun akhlak yang harus diperhatikan oleh guru adalah sebagai berikut:
·         Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keadaan samar maupun nyata.
أن يديم مرقبة الله تعلى في السرّ و العلانية
·         Senantiasa takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam, ucapanucapan dan tindakan-tindakan.
أن يلازم خوفه تعلى في جميع حركاته وسكانته واقواله وأفعاله
·         Senantiasa bersikap tenang.
أن يلازم السكينة
·         Senantiasa bersikap wira‟i. Wirai adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari barang subhat, takut mendekati haram. (Samarqandi, 2009:526).
أن يلازم الورع
·         Senantiasa bersikap tawadhu‟. Tawadhu adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri. (Masy‟ari, 2008:66).
أن يلازم التوضوع
·         Senantiasa bersikap khusyu‟. Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan sungguh-sungguh. (Suharso, 2011:291).
أن يلازم الخشوع
·         Mengadukan segala permasalahannya kepada Allah.
ان يكون تعويله في جميع أموره على الله
·         Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawiaan semata.
·         Tidak selalu memanjakan murid.
أن لايعظّم ابنا
·         Berprilaku zuhud dalam kehidupan dunia. Zuhud adalah menggunakan segala sesuatu yang tersedia baik berupa benda maupun tenaga dan lain-lain menurut keperluan dan tidak berlebihan. (Masy‟ari, 2008:47).
·         Berusaha menghindari hal-hal yang rendah dan hina.
أن يتباعد عن دنيئ المكاسب ورذيلتها
·         Menghindari tempat-tempat kotor dan maksiat.
·         Menjaga untuk tetap didalam syi‟ar islam
أن يحافظ على القيام بشاعر الإسلام
·         Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi.
أن يقوم بإظهار السنن
·         Senantiasa membaca al-Qur‟an, dan berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisan.
·         Bersikap ramah, ceria dan suka menebar salam kepada manusia.
أن يعامل الناس بمكارم الأخلاق من طلاقة الوجه
·         Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak
           disukai Allah.
·         Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal.
·         Tidak menyalah gunakan ilmu serta tidak menyombongkannya.
أن لا يستكنف عن استفادة ما لايعلمه
·                    Membiasakan diri untuk menulis.
·4.  Etika Guru menurut Al-Ghazali
            Al-Ghazali menyatakan sebagaimana yang dikutip Abudin Nata (2000:95) bahwa guru yang diberi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal Ia dapat memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia menjadi contoh dan teladsan bagi para muridnya serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar dan mengarahkan anak muridnya dengan baik dan sesuai target yang diharapkan.
             Seorang pendidik harus menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai orang yang beragama atau sebagai mukmin. Selain itu ia juga harus bersikap zuhud dan Qona’ah. Oleh sebab itu, bagi seorang guru harus memilki etika dan persyaratan yang sesuai dengan tingkatan lapisan orang yang menuntut ilmu tersebut. Dalam hal ini, Al-Ghazali yang merupakan salah satu tokoh pemikir pendidikan islam memberi batasan-batasan tertentu tentang etika guru seperti yang dikutip oleh Abudin Nata (2001:98) sebagai berikut :
a.       Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar
Dalam kaitan ini Al-Ghazali menilai bahwa seorang guru dibandingkan dengan orang tua anak, maka guru lebih utama dari orang tua tersebut. Menurutnya orang tua berperan sebagai penyebab adanya si anak di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi penyebab bagi keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
انما انا لكم مثل الوالد لولده
“sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya” (Muahammad Zuhri, 1990:171)
b.      Guru bertugas untuk mengikuti nabi sebagai pemilik syar
Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang guru tidak meminta imbalannya atas tugas mengajarnya.  Hal yang demikian karena mengikuti apa yang dilakukan Allah dan Rasul-Nya yang mengajar manusia tanpa meminta imbalan, tanpa meminta ucapan terima kasih semata-mata karena Allah. Oleh sebab itu, seorang guru harus melaksanakan tugas mengajarnya sebagaimana anugerah dan kasih sayang kepad orang yang membutuhkan atau memintanya, tanpa disertai keinginan tanpa disertai keinginan untuk mendapatkan upah.
c.       Jangan meninggalkan nasehat-nasehat guru
Guru diharapkan memperingatkan murid-muridnya bahwa tujuan mencari ilmu adalah mendekatkan diri kepada allah, bukan kepemimpinan, kemegahan dan perlombaan. Ia juga harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasihat, pembimbing para pelajar  ketika para pelajar itu membutuhkannya. Untuk itu di upayakan dan diberikan kesadaran kepada seluruh murid agar jangan sampai mereka meninggalkan apa-apa yang pernah diberikan dan di ajarkan oleh guru kepada muridnya.
d.      Menanamkan hal-hal yang halus
Dalam hal ini guru berkewajiban mencegah muridnya dari akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin. Seorang guru ketika memberikan pengajaran hendaknya memakai cara-cara yang lembut dan halus agar apa-apa yang disampaikannya dapat diserap dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu Al-Ghazali menyerukan agar menempuh cara mengajar yang benar, seperti cara mengulang bukan menjelaskan, kasih sayang bukan merendahkan, karena menjelaskan akan menyebabkan tersumbatnya potensi anak dan menyebabkan timbulnya rasa bosan dan mendorong hapalannya. Dengan demikian mengajar  memerlukan keahlian yang khusus. Supaya diperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
e.       Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid
Tugas ini memberikan pemahaman kepada murid agar tidak membenci cabang ilmu yang lain, tetapi seyogyanya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut artinya simurid jangan terlalu fanatik. Hal ini juga bisa ditanamkan dan diberikan kesadaran bahwa semua ilmu itu berasal dari allah, dan ketika kita mempelajari satu cabang ilmu apapun itu, berarti kita sudah mempelajari hakikat kebenaran dari Allah.
f.   Guru harus kerja sama dengan murid dalam membahas dan menjelaskan
Dalam menyampaikan suatu ilmu pengetahuan, guru tidah usah menyebutkan dibalik semua ini sesuatu yang detail karena hal itu menghilangkan kesenangannya, mengacaukan hatinya dan menduga guru bersikap kikir. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa belajar sendiri memiliki pemahaman dan kecerdasannya lebih sempurna dan mampu untuk mengungkapkan apa yang disanpaikan atau datang kepadanya. Al-Ghazali mengatakan, bahwa mungkin saja terjadi seorang pelajar diberikan kecerdasan dann kesempurnaan akal oleh allah SWT sehingga ia amat cerdas dan brilian, sehingga keadaanya lebih beruntung.
g.      Guru harus mengamalkan ilmunya
Dalam hal ini guru dilarang mendustakan perkataanya karna ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati, sedangkan pengalaman diperoleh dengan pandangan mata. Allah befirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 44 yang artinya “apakah kamu suruh orang berbuat baik dan sedangkan kamu melupakan dirimu”



[1] Piet. A sahertian, Profil Pendidik Profesional (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), Hal. 26.
[2] Roestiyah, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986), Hal. 176.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Rajawali Rusda Karya, 1991), Hal. 10.
[4] Syarif Hidayat, Profesi Kependidikan (Tanggerang: Pustaka Mandiri, 2012), Hal. 1.
[5] Soetjipto, Profesi Keguruan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), Hal. 15.

[6] Syarif Hidayat, Profesi Kependidikan (Tanggerang: Pustaka Mandiri, 2012), Hal. 52.
[7] Ali Imron, Kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 98.