Jumat, 22 Mei 2015

Keselarasan Komponen Kurikulum



A.    Keselarasan Komponen Kurikulum
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi kurikulum yang utama adalah tujuan, isi, materi, proses atau sistem penyampaian dan media serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[1]
1.      Komponen Tujuan
Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan meliputi tujuan domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotorik. Hal ini dicapai dalam rangka mewujudkan lulusan dalam satuan pendidikan sekolah yng sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik disebut dengan tujuan lembaga (institusional).
Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis. Secara hirarki tujuan pendidikan tersebut dapat diurutkan sebagai berikut :
a.       Tujuan pendidikan Nasional
b.      Tujuan Institusional
c.       Tujuan kurikuler
d.      Tujuan intruksional
Tujuan kurikulum dirumuskan dengan mempertimbangkan beberapa faktor:
·         Tujuan Pendidikan nasional, karena tujuan ini menjadi landasan bagi setiap lembaga.
·         Keselarasan antara tujuan kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan.
·         Kesesuaian tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat. atau lapangan kerja.
·         Keselarasan tujuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·         Keselarasan tujuan kurikulum dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat.
2.      Bahan Ajar
Komponen bahan ajar berisi materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi tersebut biasanya berupa materi bidang-bidang studi seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya yang diuraikan dalam bentuk topik atau pokok bahasan. Bidang-bidang studi tersebut diatas disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman yang dibutuhkan. Kegiatan tersebut dirancang dalam suatu rencana mengajar yang mencakup komponen: tujuan khusus, sekuens bahan ajar, strategi mengajar, media, sumber belajar dan evaluasi hasil mengajar. Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-subtopik tertentu. Tiap topik atau subtopik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Topik atau subtopik tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
3.      Strategi Mengajar
Penyusunan sekuen bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Ketika guru menyusun sekuen suatu bahan ajar maka harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntree (1974: 93-97) membagi strategi mengajar itu atas exposition- discovery Learning dan Groups – Individual Learning.
·         exposition – discovery learning
Dalam hal ini, seluruh bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk jadi baik secara lisan maupun tertulis. Siswa tidak dituntut untuk mengolah atau melakukan aktivitas kecuali menguasainya. Dalam discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, artinya siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, mengkategorikan, menganalisis, mengorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.
·         Group – Individual Learning
Pelaksanaan discoveri learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.
4.      Media mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untuk menjabarakan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalam mengajar secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan kepada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menanggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran. Dengan perkataan lain ketepatan pemilihan media yang digunakan guru akan membantu kelancaran dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwasanya fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen pokok kurikulum meliputi (1) komponen tujuan, (2) komponen isi/materi, (3) komponen strategi, (4) Komponen Media. Sedangkan yang termasuk komponen penunjang adalah: sistem administrasi dan supervisi, pelayanan bimbingan dan penyuluhan serta sistem evaluasi.[2]
B.     Prinsip Relevansi Eksternal Keselarasan Kurikulum
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti, bahwa kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masyarakat yang membangun. Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Adapun prinsip relevansi eksternal bahwasanya pendidikan dapat dipandang sebagai invested of man power resources. Oleh karena itu, lulusan dari pendidikan harus memiliki nilai relevansi dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Untuk dapat menghasilkan lulusan pendidikan yang memiliki nilai relevansi tersebut diperlukan kurikulum yang dapat mengantisipasi apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Apabila kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat maka lulusan atau hasil pendidikan tersebut memiliki nilai relevansi yang memadai.
Dengan kata lain, relevansi adalah kesesuaian, keserasian pendidikan dengan tuntutan masyarakat. Pendidikan dikatakan relevan jika hasil pendidikan tersebut berguna secara fungsional bagi masyarakat. Masalah relevansi pendidikan dengan masyarakat dalam pembicaraan ini berkenaan dengan:
1.      Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik.
Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik berarti bahwa dalam mengembangkan kurikulum atau dalam menetapkan bahan pengajaran yang diajarkan hendaknya dipertimbangkan atau disesuaikan dengan kehidupan nyata di sekitar peserta didik. Misalnya sekolah yang berada di daerah perkotaan, maka kondisi perkotaan hendaknya diperkenalkan kepada peserta didik. Demikian pula, sekolah yang berada di daerah pantai maka kondisi pantai hendaknya diperkenalkan kepada peserta didik melalui proses belajar-mengajar dan sebagainya.
2.      Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.
Apa yang diajarkan kepada siswa pada saat ini hendaknya bermanfaat baginya untuk menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang. Dengan kata lain, kurikulum hendaknya disesuaikan dengan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Misalnya cara yang dipergunakan untuk menghitung angka, kalu waktu dulu masih menggunakan lidi atau jari, setelah adanya kalkulator atau komputer maka segala perhitungan yang rumit dapat dihitung melalui kalkulator atau komputer.
3.      Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja.
Di samping relevansi dari segi isi pendidikan, hal yang juga dipertimbngkan relevansinya adalah berkenaan dengan relevansi segi kegiatan belajar. Kurangnya relevansi segi kegiatan belajar ini sering mengakibatkan sukarnya lulusan dalam menghadapi tuntunan dari dunia pekerjaan. Dengan kata lain, pelajaran secara teoritik dan praktek harus berjalan sebaik mungkin. Jadi relevansi pendidikan dengan kehidupan dunia kerja bukan hanya dari segi bahan atau isi tetapi juga meyangkut segi belajar dan pengalaman belajar.
4.       Relevansi pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang dengan laju yang begitu cepat. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dan bahkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Jalan yang hendak ditempuh adalah bahwa pendidikan (kurikulum) harus dapat menyiapkan peserta didik untuk dapat menjadi produsen ilmu pengetahuan bukan sebagai konsumen ilmu pengetahuan dan teknologi.








[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013). Hal. 102.
[2] Hasan Walinono, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Depdikbud, 1987). hal. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar