Selasa, 09 Juni 2015

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA UMMAYAH DAN ABBASIYAH


1.   Apa sebab keruntuhan dinasti bani ummayah dan abbasiyah dari kacamata pendidikan islam ?
Pada masa dinasti Ummayah dan Abbasiyah  pendidikan islam berkembang sangat pesat. Tokoh-tokoh pendidik juga semakin maju dan berkembang. Ditunjang dengan sarana-prasarana yang semakin memadai pula. Namun dibalik kemajuan di bidang pendidikan islam ini, kedua dinasti tersebut mengalami keruntuhan pada bidang politik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keruntuhan kedua dinasti tersebut dilihat dari kacamata pendidikan.
Pada masa Dinasti Abbasiyah kemunduran dalam bidang sosial politik awalnya adalah rapuhnya penghayatan pendidikan islam, terutama yang terjadi di kalangan para penguasa di istana. Bagi mereka pendidikan islam hanya sekedar diamalkan dari segi formalitasnya saja. Akibatnya para pemerintah istana memarjinalisasikan agama dalam kehidupannya. Sehingga mengakibatkan munculnya penyakit rohani yang sangat menjijikkan seperti keserakahan dan tamak terhadap kekuasaan dan kehidupan dunia.
Faktor lain yang menjadikan dinasti ini runtuh manakala dilihat dari kacamata pendidikan islam adalah adanya krisis dalam bidang keagamaan. krisis ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud (konservatif) yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Untuk menghadapi berbagai permasalahan kehidupan umat islam cukup mengikuti pendapat para imam madzhab. Kondisi dunia islam yang dipenuhi oleh ulama-ulama yang berkualitas dibuatnya redup.
Akibatnya pula dari kekrisisan tersebut menyebabkan krisis ilmu pengetahuan dan pendidikan islam yang megakibatkan pada dampak kemunduran dinasti Abbasiyah.
Selanjutnya adalah adanya perang salib yang membawa kaum nasrani Spanyol yang sama sekali belum dapat menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat ilmu pengetahuan baik yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan diporakporandakan dan dibakar. Akibatnya dunia pendidikan tidak mendapat ruang gerak yang memadai. Lembaga-lembaga pendidikan tingkat tinggi yang ada sama sekali kepada mahasiswanya untuk melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Akhirnya akibat dari krisis dunia pendidikan, politik dan ekonomi  menyebabkan mundurnya dinasti Abbasiyah.
Sedangkan pada masa Dinasti Ummayah kemundurannya disebabkan karena tidak adanya kolaborasi antara umaro’ dan para ulama’. Salah satu faktor utama yang menyebabkan kemunduran dinasti Ummayah adalah keadaan politik suatu peradaban.[1] Umar bin abdul Aziz, Kekuasaan Bani Ummayah dilanjutkan oleh yazid bin Abdul Malik(720-724). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau, karena dilatar belakangi oleh kepentingan etnis politis. Lalu dilanjutkan Hisyam bin abdul Malik (724-743), pada masa inilah muncul satu kekuatan baru. Setelah Hasyim meninggal, penerus kholifah selain lemah juga buruk moralnya. Akhirnya Pemerintahan Bani Ummayah digulingkan dan berakhir. Ada faktor intern dan ekstern yang menyebabkan keruntuhan ini. Faktor intern adalah kholifah memiliki kekuasaan yang absolut. Kholifah tidak mengenal kompromi, termasuk dengan  para ulama’ serta gaya hidup mewah para kholifah. Sedangkan faktor ekstern adalah tidak adanya ideologi pemersatu. Para Ulama’ merasa kecewa dengan pemerintahan dinasti Ummayah karena corak pemerintahannya yang sekuler. Begitu pula Ulama’ kecewa karena perhatiannya terhadap pendidikan islam kurang.
2.      Mengapa kebijakan bani ummayah terjadi diskriminasi dalam dunia pendidikan antara masyarakat yang berekonomi rendah dengan kaum bangsawan dan implikasinya terhadap kemajuan peradaban Ummayah?
Pada masa bani Ummayah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulum, yaitu pendidikan khusus dan umum. Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak khalifah dan anak-anak pembesarnya. Dan begitu pula sebaliknya. Kurikulum diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintah atau hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pemerintahan.[2] Adapun rencana pembelajaran pada pendidikan istana adalah menulis, membaca Al-Qur’an dan hadits, bahasa arab, syair-syair yang baik, sejarah bangsa arab, dan peperangannya, adab kesopanan dalam pergaulan, pelajaran ketrampilan menggunakan senjata, menunggang kuda dan kepemimpinan berperang. Tempat pendidikan istana ini dilakukan di dalam istana. Guru-gurunya ditunjuk oleh kholifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.
Sedangkan pendidikan umum adalah pendidikan untuk rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan lanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman nabi. Pendidikan dilaksanakan di Kuttab dan masjid. Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid satu-persatu baik pemula atau menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dengan model halaqoh. Yang bertanggung jawab pada pendidikan rakyat ini adalah para ulama’. Mereka bekerja atas dasar tanggung jawab agama, bukan atas dasar perintah dari kerajaan. Karena itu mereka tidak memperoleh jaminan hidup (gaji) dari pemerintah.[3]
Kebijakan tersebut mempunyai tujuan tertentu. Tujuan dari kedua pendidikan tersebut akan diperoleh kesimpulan bahwa pendidikan istana bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran yang ditunjang oleh keyakinan agama. Adanya perbedaan tujuan pendidikan menunjukkan adanya perbedaan pandangan hidup. Yang pertama yakni pendidikan istana menghasilkan pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan dengan wibawa kekuasaan. Sedangkan yang pendidikan rakyat bertujuan untuk menghasilkan pimpinan informal yang didukung oleh kharisma dan ilmu pengetahuan.

3.  Mengapa Harun Al-Rasyid itu menghadirkan kebijakan pendidikan filsafat bersanding dengan pendidikan fikih (untuk kepentingan politik atau pendidikan) ?
Filsafat pada masa itu berkembang bersamaan dengan ilmu keagamaan. Pada dasarnya tujuan penyandingan tersebut untuk mengembangkan bidang pendidikan. Bahwa saat itu karya-karya seperti buku dan penerjamahan semakin berkembang pesat. Untuk dapat menguji kebenaran sebuah buku diperlukan bantuan logika, epistimologi dan filsafat. Namun pengetahuan yang hanya dipompa oleh science dan filsafat bagaikan tanah yang kelihatan tandus. Pikiran manusia memerlukan siraman dengan cara menghadirkan pendidikan filsafat yang disandingkan dengan pendidikan fikih. Pada masa itu pula bidang fikih telah muncul berbagai madzhab, yaitu Maliki, Hanafi, Hambali dan Syafii. Diantara madzhab tersebut berbeda-beda dalam melakukan ijtihad ada yang berdasarkan atas dalil naqli dan aqli (rasional). Hadirnya filsafat yang bersamaan dengan fikih adalah untuk menyelaraskan antara keduanya, demi kemajuan bidang pendidikan. Pada kedua pendidikan tersebut sngat menjunjung tinggi nilai akal.
Referensi :
Badri Yatim. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Zuhairini. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Bumi Aksara: Jakarta.
Ali Al-Jumbulati. 2004. Abdul Futuh, At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam Yokyakarta: Rineka Cipta.




[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia. 130.
[2] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Bumi Aksara: Jakarta, 2010). 92.
[3] Ali Al-Jumbulati, Abdul Futuh, At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam (Yokyakarta: Rineka Cipta, 2004). 29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar